Maaf Kisah ini terjadi sekitar bulan September 2008 lalu dan Saya Posting Ulang.
Mendapatkan uang gaib melalui media sate gagak merupakan ciri khas pesugihan Dewi Lanjar. Dikisahkan, sosok gaib Dewi Lanjar memiliki kekayaan melimpah, berupa harta emas lantakan dan tumpukan uang yang tak terhitung nilainya.
Banyak orang berupaya mendapatkan uang gaib tersebut. Syaratnya: menyediakan sate gagak.
Sepintas mudah saja menyediakan sate gagak. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Setidaknya itulah yang dialami Samsudin.
“Pengalaman yang saya alami sangat menakutkan. Bahkan dapat mengancam keselamatan jiwa. Sebaiknya jangan coba-coba mengikutinya,” kenang Samsudin yang menetap di Cirebon, Jawa Barat.
“Bagaimana awal kisah itu?” Tanya saya.
“Awalnya kami ingin membuktikan fenomena uang gaib. Sebenarnya saya tidak terlalu percaya. Tetapi teman saya mengatakan ada seorang kyai di Banyumas, Jawa Tengah, yang memiliki kemampuan mendatangkan uang gaib,” kata Samsudin.
Selanjutnya dikisahkan, Samsudin bersama delapan orang temannya menemui Kyai Dul (sebut saja begitu) di Banyumas. Mereka mengutarakan niatnya mendapatkan uang gaib.
Ketika itu Kyai Dul hanya tersenyum mendengar keinginan 9 orang yang datang dari Cirebon itu.
“Apa kalian sudah mantap dengan niat itu? Apa tidak takut dengan resiko yang akan dihadapi?” Tanya Kyai Dul.
Tentu saja semuanya menjawab merasa mantap dan siap dengan resikonya. Niat itu sudah bulat dan tidak mungkin diubah lagi.
“Baiklah. Siapkan seekor burung gagak. Nanti kita lihat apa yang terjadi,” ujar Kyai Dul.
Beberapa hari kemudian, Kyai Dul bersama 9 orang itu berangkat menuju pasar burung di Plered, Cirebon.
Burung gagak berwarna hitam kelam berhasil diperoleh dengan harga 250.000 rupiah. Mereka membeli seekor saja.
Bahas Rencana
Pada hari yang telah ditentukan, mereka berkumpul di rumah rekan Samsudin untuk membahas rencana mendatangkan uang gaib.
“Berapa uang yang kalian inginkan?” Tanya Kyai Dul yang memimpin acara rembukan tersebut.
Samsudin dan teman-temannya bingung mendengar pertanyaan yang mengejutkan itu.
“Lho! Kalian ini bagaimana? Ingin mendapatkan uang gaib tapi tidak tahu jumlahnya,” kata Kyai Dul agak kesal.
“Lima belas milyar,” ujar salah seorang rekan Samsudin memecah keheningan.
“Rupiah, dollar, ringgit…” Kyai Dul menyambung cepat.
“Ya, rupiah,” serentak jawaban keluar dari 9 orang yang sedang bermimpi menjadi kaya tanpa susah payah.
“Baiklah. Burung gagak itu kalian potong dan siapkan 15 tusuk sate gagak. Lalu siapa yang akan berjualan sate gagaknya?” Tanya Kyai Dul.
Samsudin dan temannya hanya terbengong mendengar pertanyaan itu, “Apa maksud Kyai?”
“Salah seorang diantara kalian bertugas menjual 15 tusuk sate gagak itu.Apabila ada yang datang membeli, jangan berikan sate itu sebelum sang pembeli membayar 1 milyar untuk satu tusuk sate,” Kyai Dul menjelaskan.
“Siapapun yang berjualan harus memastikan pembeli menyediakan uang sebanyak yang kalian inginkan. Kalian juga harus membawa selembar uang seratus ribu sebagai contoh. Katakan pada pembeli agar menyediakan uang seperti uang yang kalian bawa itu,” lanjut Kyai Dul.
Kesembilan orang itu tersenyum mendengar penuturan Kyai Dul. Tampaknya tidak terlalu sulit mendapatkan uang bermilyar-milyar rupiah.
Tetapi mereka serentak diam, ketika Kyai Dul bertanya siapa yang akan bertugas menjadi penjual sate gagak itu.
Terjadilah perdebatan diantara 9 orang itu. Mereka saling tunjuk siapa yang akan menjadi penjual. Setelah disepakati, Samsudin pun dipilih mengambil tugas itu.
Kyai Dul lalu memanggil Samsudin untuk menjelaskan apa yang harus dilakukan saat berjualan.
“Kamu harus berani dan jangan gentar. Ingat, dalam dunia gaib, justru penjual yang menjadi raja dan bukan pembeli,” nasihat Kyai Dul.
Memang terdengar aneh. Bisnis di alam manusia jelas mengatakan pembeli adalah raja. Sementara di alam gaib sebaliknya, penjual adalah raja.
Jualan Sate Gagak
Jualan Sate Gagak
Pada malam Jumat, sekitar pukul 21.00 malam, mereka menggunakan mobil menuju tempat yang akan dipilih berjualan sate gagak. Lokasinya di muara sungai Kalijaga, persis di tepi laut.
Seorang diri Samsudin berjalan ke arah lokasi tersebut sambil membawa 15 tusuk sate gagak dan peralatan membakar sate. Lokasi tersebut dipenuhi pepohonan lebat dan alang-alang. Sambil berjalan, Samsudin harus membabat alang-alang tersebut dengan sebilah parang.
Sekitar 1 meter dari tepi laut, Samsudin mulai membersihkan tempat yang akan digunakan berjualan. Setelah itu dia mulai membakar satu persatu sate yang dipersiapkan
Sementara itu, posisi Kyai Dul dan teman-temannya berada di dekat mobil yang berjarak sekitar 500 meter dari tepi laut. Kyai Dul sendiri melakukan ritual dekat mobil tersebut.
Tepat jam 22.00 malam, 15 tusuk sate yang dibakar sudah matang dan siap dijual. Aroma daging terbakar menyeruak ke segala arah.
Sebagaimana petunjuk Kyai Dul sebelumnya, Samsudin pun berteriak-teriak seolah memanggil pembeli.
Sebagaimana petunjuk Kyai Dul sebelumnya, Samsudin pun berteriak-teriak seolah memanggil pembeli.
“Sate gagak….sate gagak….sate gagak. Siapa mau beli?,” teriak Samsudin sambil mengacung-acungkan satenya.
Tampaknya belum ada seorang pun yang datang membeli. Samsudin mulai didera rasa takut. Suasana malam terasa mencekam. Debur ombak dan desiran angin terasa mendirikan bulu roma. Pada saat itu, Samsudin pun membaca doa-doa.
Beberapa waktu kemudian, Samsudin tersentak kaget sesaat mendengar suara petir yang sangat keras. Kilatan petir itu bahkan berjarak hanya beberapa meter dari tempatnya duduk.
“Astaghfirullah,” teriak Samsudin dalam batin. Kilatan petir itu terasa menyambar kepalanya, hingga secara refleks Samsudin menunduk menghindarinya.
Belum hilang rasa kaget mendengar suara petir, tiba-tiba seekor burung hantu terbang berputar-putar di atas kepalanya. Samsudin yang tangan kanannya masih memegang sate gagak langsung saja mengacung-acungkan tangannya sambil berteriak. Sementara tangan kirinya memegang selembar uang seratus ribu rupiah.
“Sate gagak… sate gagak…siapa mau beli?,” teriak Samsudin dengan suara parau.
Burung hantu itu hinggap di sebatang pohon sekitar 10 meter dari Samsudin. Matanya menatap tajam sambil mendesis.
Burung hantu itu hinggap di sebatang pohon sekitar 10 meter dari Samsudin. Matanya menatap tajam sambil mendesis.
Samsudin balas menatapnya sambil terus berteriak-teriak menawarkan sate gagak.
Burung hantu itu lalu turun di tanah dan mulai berjalan mendekat. Tetapi tiba-tiba saja burung itu terlempar menjauh sambil mengeluarkan suara keras.
Samsudin terkejut melihat kejadian itu. Tapi dia tidak mengerti apa yang terjadi.
Sambil membakar sate gagak agar aroma daging tetap menyebar, Samsudin terus saja berteriak-teriak memanggil pembeli.
Sambil membakar sate gagak agar aroma daging tetap menyebar, Samsudin terus saja berteriak-teriak memanggil pembeli.
“Sate gagak….sate gagak…sate gagak. Siapa mau beli?,” teriak Samsudin.
Entah darimana datangnya, Samsudin tersentak melihat sosok gaib berujud manusia setengah badan muncul dari semak-semak belukar.
Sosok gaib itu hanya terlihat dari dada ke atas. Sementara bagian perut dan kakinya tidak ada. Sosok gaib itu berambut gondrong, berwajah seram dan mata merah menyala. Seperti melayang, sosok itu mendekati Samsudin.
Anehnya, sosok gaib itu berhenti sekitar 10 meter di depan Samsudin. Makhluk dari bangsa jin itu menatap tajam dengan mulut seolah sedang berbicara.
“Sate gagak…sate gagak….sate gagak. Ayo beli sate gagak. Murah…satu milyar untuk satu tusuk sate gagak,” kata Samsudin berteriak sambil mengacungkan sate gagak di tangan kanan dan uang seratus ribu di tangan kiri. Samsudin berharap makhluk gaib itu datang mendekatinya dan membeli sate gagak.
Sebagaimana petunjuk Kyai Dul, Samsudin harus menunjukkan sate gagak itu kepada pembeli. Apabila sang pembeli berminat, maka Samsudin harus pula menyodorkan uang seratus ribu rupiah untuk pembayarannya.
Tetapi Samsudin heran melihat sosok gaib setengah badan itu tidak juga mau mendekat. Padahal ekspresi wajah gaib itu terlihat berminat membeli sate gagak.
Samsudin tidak menyerah. Dia terus berteriak-teriak menawarkan dagangannya itu. Agaknya pancingan ini berhasil, sosok gaib itu bergerak melayang mendekatinya.
Tiba-tiba saja sosok gaib itu mengeluarkan suara lengkingan keras disertai kobaran api. Sosok gaib itu terbakar dan kemudian lenyap begitu saja.
“Astaghfirullah,” teriak Samsudin dalam batin. Dia mulai heran mengapa makhluk gaib itu terbakar.
Tetapi Samsudin tetap bertahan. Keinginannya mendapatkan uang gaib sudah bulat. Apapun yang terjadi.
Samsudin memang kesal dengan teman-temannya yang memilihnya berjualan sate gagak. Sementara mereka asyik duduk di mobil menunggu perkembangan.
Pada saat itu Samsudin tidak menyadari bahwa rekan-rekannya yang berada di dalam mobil lari kocar-kacir akibat mobil tersebut diguncang-guncang keras oleh sejumlah sosok gaib hingga terperosok ke dalam parit. Bahkan Kyai Dul pun lari ketakutan.
Sekitar pukul 02.00 pagi, Samsudin melihat pemandangan yang aneh. Dua buah perahu melaju pelan dari arah muara sungai Kalijaga. Semakin lama perahu itu mendekati posisi duduknya yang hanya berjarak 1 meter dari tepi laut.
Samsudin mengamati kedua perahu itu. Aneh, tidak ada seorang pun di dalam perahu itu. Tetapi Samsudin dengan sangat jelas melihat beberapa tumpukan karung di dalam perahu tersebut.
Apa isi karung-karung itu? Pikir Samsudin. Setelah Samsudin menghitung, ternyata jumlah karung itu ada 15 karung.
“Apakah karung-karung itu berisi uang 15 milyar? Tetapi mengapa perahu itu terus berjalan dan tidak berhenti?” Tanya Samsudin dalam hati.
Kedua perahu itu berjalan di muara sungai dan terus menuju laut lepas. Deburan ombak seketika melenyapkan perahu itu.
Samsudin mulai pesimis sate gagak yang dijualnya didatangi pembeli. Tetapi Samsudin tetap belum mau beranjak pulang sebelum kedatangan sosok gaib Dewi Lanjar. Dia masih menunggu putri dari bangsa jin yang sangat kaya itu.
Menjelang pukul 03.00 pagi, Samsudin dikejutkan kedatangan seekor buaya putih berukuran raksasa. Lebar badan buaya itu sekitar 2 meter, dengan panjang hampir 15 meter.
Buaya berbadan besar itu muncul dari dalam sungai dan berjalan terseok-seok mendekatinya.
“Sate gagak…sate gagak…sate gagak. Ayo beli sate gagak,” teriak Samsudin sambil menatap ke arah buaya yang berjarak sekitar 10 meter itu. Kali ini, tubuh
Samsudin gemetar didera rasa takut. Dia khawatir buaya itu akan memangsa dirinya dan bukan sate gagak yang dipegangnya.
Lagi-lagi kejadian yang sama terulang kembali. Buaya yang sedang mendekatinya itu seketika terlempar jauh ke belakang. Tubuhnya seperti melayang dan terhempas di permukaan sungai. Suaranya keras menggelegar.
“Astaghfirullah,”teriak Samsudin dalam hati.
Beberapa saat kemudian, muncul lagi buaya yang sama dan berjalan mendekatinya. Tetapi buaya itu kembali terhempas di permukaan sungai.
Setelah peristiwa itu, tidak ada lagi kejadian aneh yang dialami hingga fajar menyingsing.
Samsudin pun berkemas meninggalkan lokasi berjualan itu dan berjalan menuju teman-temannya menunggu di mobil.
Dia heran melihat teman-teman sedang sibuk mendorong mobil yang terperosok di parit.
Dia heran melihat teman-teman sedang sibuk mendorong mobil yang terperosok di parit.
“Apa yang terjadi?” Tanya Samsudin.
Seorang temannya mengatakan, mobil itu diguncang-guncang sosok tak kasat mata hingga terperosok di parit. Beruntung hal itu tidak terlalu membahayakan.
Mobil pun dikeluarkan dari parit hingga mereka dapat pulang.
Perbuatan Batil
Dalam perjalanan pulang, Kyai Dul bertanya kepada Samsudin seputar pengalaman apa saja yang dialami.
Setelah mendengar cerita Samsudin, Kyai Dul tersenyum.
Setelah mendengar cerita Samsudin, Kyai Dul tersenyum.
“Tentu saja sate gagak itu tidak laku. Sepanjang berjualan kamu terus melantunkan zikir di dalam hati. Dewi Lanjar merasa takut dan tidak berani mendekat,” kata Kyai Dul yang mengaku baru pertama kali ini gagal mendatangkan uang gaib.
Menutup kisahnya, Samsudin berkata, “Ini pelajaran buat saya bahwa mendatangkan uang gaib itu perbuatan batil. Buktinya makhluk gaib itu takut dengan bacaan zikrullah.”